Tuesday, January 13, 2015

Facing Problems With Different Viewpoints



 Ketika saya membaca buku karya Ary Ginanjar Agustian tentang The ESQ Way 165 dalam bab 1 halaman 67, ada beberapa penjabaran masalah yang saya garis bawahi yang menarik perhatian saya. Mungkin ada yang sudah pernah duluan baca karyanya ? Saya baru update sayangnya,, itupun pinjam punya teman kantor.. hehe... Begini isinya :

...... sebuah kisah fiksi dalam melodrama layar lebar, tentang seorang ayah dari anak kecil berusia tujuh tahun yang diperankan oleh Roberto Benigni. Istrinya, diperankan oleh Nicoletta Braschi, yang dipisahkan tentara Nazi dari suaminya. Benigni dan anaknya adalah tawanan Nazi Jerman di kamp konsentrasi Auschwitz. Mereka sudah tidak lagi memiliki kebebasan, hidup dalam kawasan yang dilingkari kawat berduri, dijaga ketat pasukan Nazi bersenjata lengkap, juga anjing pemburu yang ganas. Namun Benigni “mengkondisikan” anaknya dengan mengatakan bahwa mereka sedang bermain perang-perangan, sehingga  anaknya termotivasi untuk menang.

Suatu malam yang dingin, dimana pakaian tidak memadai, serta kekurangan bahan makanan, anaknya mulai merasakan penderitaan dan kebosanan yang amat sangat. Sang anak ingin menghentikan permainan tersebut. Benigni merasakan perasaan sang anak, dengan wajah sedih dan memelas ia berkata kepada sang anak “ Baiklah kita menyerah kalah, mari kita hentikan permainan ini” sambil membereskan pakaian pakaian dan perlengkapan yang dimilikinya : selimut kumal, baju kotor, dan sepatu bututnya. Kemudian Benigni berjalan  gontai ke arah pintu keluar kamar sambi berkata lirih, “ Kita kalah dan hadiah tank itu akan di ambil oleh orang lain,”  Si anak menatap sang ayah, tiba-tiba ia berseru “ Tidak ayah, saya ingin memenangkan permainan ini dan mendapatkan hadiah tank!”

Suatu hari, mendadak pasukan Jerman melakukan aksi pembunuhan massal di kamp konsentrasi tersebut. Mengetahi bahwa pasukan sekutu akan menguasai kota Auschwitz, Benigni berusaha untuk menyelamatkan anaknya. Berdua, mereka melarikan diri dari kamar, mencari tempat persembunyian. Benigni menyembunyikan sang anak dalam sebuah peti kayu. Benigni berkata “ Nak, hari ini adalah puncak permainan, kita harus menang. Kamu harus bersembunyi dalam peti ini, jangan sampai terlihat oleh siapapun, karena semua orang akan mencarimu. Kamu harus mendapatkan hadiah tank itu.”
Sementara itu, pembantaian manusia sedang berlangsung  keji. Para tawanan dipaksa berbaris menuju kamar gas.

Hari yang menyedihkan itu berlangsung di kota Auschwitz. Malang bagi Benigni, saat itu ia tertangkap tentara Nazi. Saat digelendang para tentara, tanpa sengaja  ia berpapasan dengan peti kayu kecil tempat dimana sang anak bersembunyi. Moncong senapan mengarah di belakang kepala Benigni, sang anak menatap lamat-lamat dari lubang peti persembunyian. Seketika Benigni sadar ia sedang diawasi anaknya. Ia langsung berjalan dengan sikap tegak layaknya seorang tentara berparade sambil memberi hormat. Sang anak merasa senang. Dua menit kemudian terdengar suara tembakan menyalak di balik tembok. Benigni ditembak mati. Sang anak yang blum menyadari itu, sesuai pesan sang ayah, tetap bersembunyi. Tiga jam kemudian, sebuah tank datang menyelamatkan sang anak, dan si anak memenangkan permainan.
Terbalik fotonya -_-

Sekelumit kisah diatas adalah cuplikan film “Life is Beautiful”. Kisah ini sekiranya mampu menggambarkan seorang Benigni mampu menentukan pilihan, sikap dan reaksi atas kejadian yang menimpa anak serta dirinya.
.....
Kalau menurut saya, ada hal yang bisa kita ambil hikmah dari cerita diatas.

Yang pertama, dalam menghadapi masalah dan situasi sesulit dan selama apapun, mindset kita harus dipasang sedemikian rupa bahwa sebenarnya yang kita hadapi akan selalu ada jalan keluar dan pasti akan berakhir selama kita berprasangka baik terhadap Allah dan apa yang kita hadapi. Jadi, jika mindset kita sudah dipasang segala macam pikiran negatif, pikiran bahwa kita tidak mampu melaluinya, maka masalah itu akan terjadi seperti yang kita pikirkan. Karena apa yang kita sangkakan, itu yang akan terjadi. Cobalah bersikap tenang dan wajar, meskipun kenyataannya memang tidak mudah saat dilalui.

Yang kedua, seyogyanya menjelaskan bahwa kita mempunyai kebebasan memilih reaksi apapun terhadap sesuatu yang terjaid atas diri kita. Kitalah penanggungjawab utama atas sikap yang kita ambil, bukan lingkungan kita. Diri sendirilah penentu pilihan tersebut. Karena diri kita adalah sahabat atau bisa menjadi boomerang untuk diri kita sendiri.

Yang ketiga, ketika kita merasa putus asa, merasa tidak sanggup untuk menghadapi suatu masalah, katakan bahwa saya mempunyai Tuhan yang lebih besar daripada masalah yang ada di depan kita. Dan Dia-lah yang akan memberi solusi atas apa yang kita hadapi, selama kita banyak berserah diri pada-Nya, banyak mengingat-Nya.  

Salam










0 comments:

Post a Comment