Ketika saya membaca buku karya Ary Ginanjar Agustian
tentang The ESQ Way 165 dalam bab 1 halaman 67, ada beberapa penjabaran masalah
yang saya garis bawahi yang menarik perhatian
saya. Mungkin ada yang sudah pernah duluan baca karyanya ? Saya baru update
sayangnya,, itupun pinjam punya teman kantor.. hehe... Begini isinya :
...... sebuah kisah fiksi dalam melodrama layar
lebar, tentang seorang ayah dari anak kecil berusia tujuh tahun yang diperankan
oleh Roberto Benigni. Istrinya, diperankan oleh Nicoletta Braschi, yang
dipisahkan tentara Nazi dari suaminya. Benigni dan anaknya adalah tawanan Nazi
Jerman di kamp konsentrasi Auschwitz. Mereka sudah tidak lagi memiliki
kebebasan, hidup dalam kawasan yang dilingkari kawat berduri, dijaga ketat
pasukan Nazi bersenjata lengkap, juga anjing pemburu yang ganas. Namun Benigni “mengkondisikan”
anaknya dengan mengatakan bahwa mereka sedang bermain perang-perangan, sehingga
anaknya termotivasi untuk menang.
Suatu malam yang dingin, dimana pakaian tidak
memadai, serta kekurangan bahan makanan, anaknya mulai merasakan penderitaan
dan kebosanan yang amat sangat. Sang anak ingin menghentikan permainan tersebut.
Benigni merasakan perasaan sang anak, dengan wajah sedih dan memelas ia berkata
kepada sang anak “ Baiklah kita menyerah kalah, mari kita hentikan permainan
ini” sambil membereskan pakaian pakaian dan perlengkapan yang dimilikinya :
selimut kumal, baju kotor, dan sepatu bututnya. Kemudian Benigni berjalan gontai ke arah pintu keluar kamar sambi
berkata lirih, “ Kita kalah dan hadiah tank itu akan di ambil oleh orang lain,” Si anak menatap sang ayah, tiba-tiba ia
berseru “ Tidak ayah, saya ingin memenangkan permainan ini dan mendapatkan
hadiah tank!”
Suatu hari, mendadak pasukan Jerman melakukan aksi
pembunuhan massal di kamp konsentrasi tersebut. Mengetahi bahwa pasukan sekutu
akan menguasai kota Auschwitz, Benigni berusaha untuk menyelamatkan anaknya.
Berdua, mereka melarikan diri dari kamar, mencari tempat persembunyian. Benigni
menyembunyikan sang anak dalam sebuah peti kayu. Benigni berkata “ Nak, hari
ini adalah puncak permainan, kita harus menang. Kamu harus bersembunyi dalam
peti ini, jangan sampai terlihat oleh siapapun, karena semua orang akan
mencarimu. Kamu harus mendapatkan hadiah tank itu.”
Sementara itu, pembantaian manusia sedang berlangsung keji. Para tawanan dipaksa berbaris menuju
kamar gas.
Hari yang menyedihkan itu berlangsung di kota
Auschwitz. Malang bagi Benigni, saat itu ia tertangkap tentara Nazi. Saat digelendang
para tentara, tanpa sengaja ia
berpapasan dengan peti kayu kecil tempat dimana sang anak bersembunyi. Moncong
senapan mengarah di belakang kepala Benigni, sang anak menatap lamat-lamat dari
lubang peti persembunyian. Seketika Benigni sadar ia sedang diawasi anaknya. Ia
langsung berjalan dengan sikap tegak layaknya seorang tentara berparade sambil
memberi hormat. Sang anak merasa senang. Dua menit kemudian terdengar suara
tembakan menyalak di balik tembok. Benigni ditembak mati. Sang anak yang blum
menyadari itu, sesuai pesan sang ayah, tetap bersembunyi. Tiga jam kemudian,
sebuah tank datang menyelamatkan sang anak, dan si anak memenangkan permainan.
![]() |
Terbalik fotonya -_- |
Sekelumit kisah diatas adalah cuplikan film “Life is
Beautiful”. Kisah ini sekiranya mampu menggambarkan seorang Benigni mampu
menentukan pilihan, sikap dan reaksi atas kejadian yang menimpa anak serta
dirinya.
.....
Kalau menurut saya, ada hal yang bisa kita ambil
hikmah dari cerita diatas.
Yang pertama, dalam menghadapi masalah dan situasi sesulit
dan selama apapun, mindset kita harus dipasang sedemikian rupa bahwa sebenarnya
yang kita hadapi akan selalu ada jalan keluar dan pasti akan berakhir selama
kita berprasangka baik terhadap Allah dan apa yang kita hadapi. Jadi, jika
mindset kita sudah dipasang segala macam pikiran negatif, pikiran bahwa kita
tidak mampu melaluinya, maka masalah itu akan terjadi seperti yang kita
pikirkan. Karena apa yang kita sangkakan, itu yang akan terjadi. Cobalah
bersikap tenang dan wajar, meskipun kenyataannya memang tidak mudah saat
dilalui.
Yang kedua, seyogyanya menjelaskan bahwa kita
mempunyai kebebasan memilih reaksi apapun terhadap sesuatu yang terjaid atas
diri kita. Kitalah penanggungjawab utama atas sikap yang kita ambil, bukan
lingkungan kita. Diri sendirilah penentu pilihan tersebut. Karena diri kita adalah sahabat atau bisa menjadi boomerang untuk diri kita sendiri.
Yang ketiga, ketika kita merasa putus asa, merasa
tidak sanggup untuk menghadapi suatu masalah, katakan bahwa saya mempunyai
Tuhan yang lebih besar daripada masalah yang ada di depan kita. Dan Dia-lah
yang akan memberi solusi atas apa yang kita hadapi, selama kita banyak berserah
diri pada-Nya, banyak mengingat-Nya.
Salam
0 comments:
Post a Comment